Business Analytics: Pengertian, Jenis, dan Penerapannya dalam Dunia Bisnis
Di era ketika setiap klik, transaksi, dan interaksi digital meninggalkan jejak data, kemampuan sebuah organisasi untuk membaca cerita di balik angka menjadi penentu keunggulan kompetitif. Di sinilah Business Analytics berperan. Bukan sekadar soal grafik atau laporan penjualan, business analytics membantu perusahaan memahami mengapa sesuatu terjadi, apa yang mungkin terjadi berikutnya, dan apa langkah terbaik yang bisa diambil sekarang.
Bayangkan kamu bisa melihat tren pasar sebelum kompetitor menyadarinya, memprediksi kebutuhan pelanggan bahkan sebelum mereka mengungkapkannya, atau menekan biaya operasional tanpa mengorbankan kinerja. Itulah kekuatan nyata dari analitik bisnis — mengubah data mentah menjadi wawasan strategis yang mendorong keputusan cerdas berbasis fakta, bukan intuisi semata.
Melalui pendekatan ilmiah yang menggabungkan statistik, teknologi, dan pemahaman bisnis, Business Analytics kini menjadi fondasi penting bagi para pemimpin dan profesional modern — termasuk mereka yang ingin berkarier di bidang manajemen, keuangan, atau operasi. Jadi, kalau kamu ingin tahu bagaimana data bisa menjadi “kompas” baru dalam strategi bisnis, mari kita pelajari bersama bagaimana business analytics bekerja dan mengapa kemampuannya makin dibutuhkan di dunia profesional saat ini.
Daftar Isi
Apa Itu Business Analytics?
Kalau diibaratkan, Business Analytics itu seperti “mesin penerjemah” antara data dan keputusan bisnis. Setiap perusahaan sekarang punya data dalam jumlah luar biasa — mulai dari catatan penjualan, perilaku pelanggan, performa iklan, hingga tren pasar global. Tapi tanpa kemampuan untuk menganalisis dan memahami maknanya, semua data itu hanya akan jadi angka di layar. Nah, business analytics hadir untuk mengubah tumpukan data mentah itu menjadi insight yang bisa ditindaklanjuti.
Secara sederhana, Business Analytics adalah proses mengumpulkan, mengolah, dan menganalisis data untuk membantu organisasi mengambil keputusan yang lebih cerdas dan strategis. Di balik proses ini, ada gabungan antara statistik, teknologi, dan pemahaman bisnis yang saling melengkapi. Jadi bukan cuma sekadar “melihat data”, tapi juga “memahami apa artinya dan bagaimana menggunakannya untuk mencapai hasil yang lebih baik.”
Menariknya, business analytics bukan cuma fokus pada apa yang terjadi di masa lalu (seperti laporan keuangan atau data penjualan), tapi juga berusaha menjawab pertanyaan yang lebih dalam:
-
Kenapa hal itu terjadi?
-
Apa yang mungkin terjadi berikutnya?
-
Tindakan apa yang sebaiknya diambil untuk hasil terbaik?
Nah, di sinilah letak perbedaan antara Business Analytics, Business Intelligence, dan Business Analysis yang sering bikin bingung banyak orang.
-
Business Intelligence (BI) lebih fokus pada melihat ke belakang — menampilkan laporan, dashboard, dan metrik untuk menggambarkan apa yang sudah terjadi.
-
Business Analytics (BA) melangkah lebih jauh: mencari tahu penyebab, memprediksi kemungkinan di masa depan, dan merekomendasikan langkah terbaik.
-
Sementara Business Analysis berfokus pada proses dan kebutuhan bisnis — misalnya bagaimana sebuah sistem atau strategi seharusnya dirancang agar berjalan efektif.
Dengan kata lain, BI menjawab “apa yang terjadi”, BA menjawab “kenapa dan apa berikutnya”, sedangkan Business Analysis menjawab “bagaimana seharusnya bisnis berjalan.”
Ketiganya saling terhubung, tapi Business Analytics adalah jembatan yang menghubungkan data dengan strategic decision-making.
Yang lebih menarik, dunia BA sekarang berkembang pesat berkat kemajuan Artificial Intelligence (AI) dan Machine Learning (ML). Model analitik modern kini mampu mengenali pola tersembunyi dari data dalam hitungan detik — sesuatu yang dulu hanya bisa dilakukan analis berpengalaman setelah berhari-hari bekerja. AI membantu mempercepat proses pengambilan keputusan dan meningkatkan akurasi prediksi, membuat organisasi bisa bertindak lebih cepat dan tepat di tengah ketidakpastian pasar.
Jadi, kalau kamu berpikir Business Analytics itu hanya soal “ngulik data di Excel,” kamu perlu melihatnya dari perspektif baru. Ini bukan sekadar pekerjaan teknis — tapi juga seni dalam menemukan makna di balik angka. Dunia bisnis modern tidak lagi bisa hanya mengandalkan intuisi; kini saatnya menggabungkan insting dengan analitik, agar setiap keputusan benar-benar didukung oleh fakta.
Empat Jenis Analisis dalam Business Analytics
Setelah tahu apa itu Business Analytics dan kenapa ia jadi fondasi penting dalam pengambilan keputusan modern, sekarang kita masuk ke bagian yang paling seru yaitu empat jenis analisis utama yang membentuk inti dari seluruh proses analitik bisnis.
Ibaratnya, ini seperti empat level pemahaman data yang membawa kita dari sekadar tahu apa yang terjadi… sampai bisa menentukan apa langkah terbaik berikutnya.
1. Descriptive Analytics – Menjawab “Apa yang Terjadi?”
Ini adalah tahap paling dasar — titik awal dari semua analisis data.
Di sini, perusahaan melihat kembali data masa lalu untuk menjawab pertanyaan seperti: Berapa penjualan bulan lalu? Produk mana yang paling laku? Siapa pelanggan kita terbanyak?
Contohnya, tim marketing bisa menggunakan descriptive analytics untuk melihat performa kampanye iklan di bulan sebelumnya. Dari situ, mereka bisa tahu iklan mana yang paling efektif dan mana yang perlu diperbaiki.
Analisis ini biasanya menggunakan metode seperti data aggregation, visualisasi dashboard, atau statistik deskriptif sederhana. Tujuannya bukan membuat prediksi, tapi mendapatkan gambaran besar dari kondisi yang sudah terjadi.
2. Diagnostic Analytics – Menjawab “Kenapa Itu Terjadi?”
Nah, setelah tahu apa yang terjadi, tentu kita ingin tahu kenapa.
Inilah fungsi diagnostic analytics: menggali akar penyebab di balik data yang kita lihat.
Misalnya, ketika penjualan turun 15% di bulan tertentu — apakah karena harga terlalu tinggi? Kampanye tidak tepat sasaran? Atau kompetitor baru muncul di pasar?
Untuk menjawabnya, analis menggunakan teknik seperti drill-down analysis, data mining, dan correlation analysis untuk menemukan hubungan antar variabel.
Hasil dari tahap ini memberi perusahaan kemampuan untuk belajar dari masa lalu — bukan sekadar mencatatnya.
Jadi, bisnis tidak hanya tahu “apa yang salah”, tapi juga “mengapa hal itu terjadi” dan “apa yang bisa diubah.”
3. Predictive Analytics – Menjawab “Apa yang Mungkin Terjadi?”
Di sinilah analitik mulai terasa seperti ilmu peramal versi modern.
Dengan predictive analytics, perusahaan bisa memperkirakan apa yang kemungkinan besar akan terjadi di masa depan — tentu berdasarkan pola historis dan data yang ada.
Caranya? Dengan menggunakan model statistik, machine learning, dan algoritma prediktif yang belajar dari tren masa lalu.
Contohnya, e-commerce bisa memprediksi produk apa yang paling banyak dicari bulan depan, atau lembaga keuangan bisa memprediksi risiko kredit dari perilaku nasabah.
Namun, perlu diingat: prediksi bukan berarti kepastian.
Tujuannya adalah memberikan kemungkinan terbaik agar perusahaan bisa bersiap dan mengambil keputusan lebih cepat daripada kompetitor.
4. Prescriptive Analytics – Menjawab “Apa yang Harus Dilakukan?”
Kalau predictive analytics memberi tahu apa yang mungkin terjadi, maka prescriptive analytics memberi tahu apa yang sebaiknya dilakukan untuk hasil terbaik.
Ini adalah level paling maju dari analitik bisnis — di sinilah data benar-benar diubah menjadi tindakan nyata.
Prescriptive analytics menggunakan optimisasi, simulasi, bahkan AI berbasis reinforcement learning untuk menguji berbagai skenario keputusan.
Contohnya, perusahaan logistik bisa menentukan rute pengiriman paling efisien, atau tim keuangan bisa mencari kombinasi investasi paling optimal berdasarkan risiko dan potensi keuntungan.
Analisis ini bukan hanya menjawab “bagaimana jika”, tapi juga merekomendasikan “ini langkah yang paling ideal untuk mencapai hasil yang kamu inginkan.”
Kenapa Empat Jenis Analisis Ini Penting?
Karena keempatnya saling melengkapi.
Bayangkan kamu membangun strategi bisnis tanpa tahu apa yang terjadi (descriptive), tanpa tahu sebabnya (diagnostic), tanpa tahu arah ke depan (predictive), dan tanpa tahu apa yang harus dilakukan (prescriptive).
Itu seperti mengemudi tanpa kaca spion, tanpa peta, tanpa GPS, dan tanpa tahu kapan harus belok.
Dengan memahami empat lapisan analisis ini, kamu bisa mengubah data dari sekadar “catatan masa lalu” menjadi panduan masa depan yang nyata dan terukur.
Dan di dunia yang bergerak secepat sekarang, kemampuan membaca data seperti ini bukan lagi keunggulan tambahan — tapi kebutuhan utama bagi setiap pemimpin dan profesional yang ingin bertahan dan tumbuh.
Proses atau Alur Kerja Business Analytics
Setelah tahu jenis-jenis analisisnya, mungkin kamu mulai bertanya:
“Oke, tapi gimana sih sebenarnya proses Business Analytics itu dijalankan dari awal sampai bisa menghasilkan insight yang berguna?”
Nah, jawabannya nggak serumit kelihatannya. Business Analytics pada dasarnya mengikuti alur yang cukup logis — dari memahami masalah, mengumpulkan data, sampai menerjemahkan hasilnya jadi keputusan bisnis yang nyata.
Kuncinya ada di satu hal: setiap tahap harus saling terhubung dan punya tujuan yang jelas.
1. Menentukan Pertanyaan atau Tujuan Bisnis (Define the Problem)
Segalanya dimulai dari satu hal sederhana: apa yang ingin kamu ketahui?
Sebelum menyelam ke tumpukan data, analis harus memahami dulu tujuan bisnisnya.
Apakah perusahaan ingin meningkatkan penjualan? Mengurangi biaya operasional? Atau memahami perilaku pelanggan?
Tanpa pertanyaan yang jelas, analisis data bisa jadi seperti mencari jarum di tumpukan jerami. Karena itu, tahap pertama ini adalah pondasi — memastikan setiap analisis punya arah dan hasilnya bisa langsung diterapkan.
Tips: di dunia profesional, framework seperti BADIR (Business Question – Analysis Plan – Data – Insights – Recommendations) sering dipakai untuk menjaga proses tetap fokus dan terukur.
2. Mengumpulkan dan Mengintegrasikan Data (Data Collection & Integration)
Setelah tahu apa yang mau dicari, langkah berikutnya adalah mengumpulkan data yang relevan.
Sumbernya bisa macam-macam — mulai dari sistem internal perusahaan (CRM, ERP, POS), data keuangan, hingga data eksternal seperti tren pasar atau media sosial.
Tantangannya? Data ini sering tersebar di berbagai tempat dan format berbeda.
Makanya, proses integrasi data penting agar semuanya terkumpul dalam satu sistem, misalnya data warehouse atau data lake.
Di sini juga dilakukan pembersihan data (data cleaning) untuk menghapus duplikasi, kesalahan input, atau data yang tidak relevan.
Semakin bersih dan rapi datanya, semakin akurat pula hasil analisisnya.
3. Mengeksplorasi dan Menganalisis Data (Data Exploration & Analysis)
Tahap ini ibarat sesi “detektif” di dunia data.
Analis mulai mengeksplorasi dataset untuk melihat pola, tren, dan anomali yang mungkin tersembunyi.
Tekniknya bisa beragam, tergantung jenis analisis yang dipilih:
-
Descriptive: statistik sederhana, ringkasan KPI, visualisasi.
-
Diagnostic: korelasi, segmentasi, data mining.
-
Predictive: model machine learning seperti regresi, decision tree, atau neural network.
-
Prescriptive: optimisasi, simulasi, atau skenario “what-if”.
Tujuannya adalah menjawab pertanyaan bisnis yang sudah ditetapkan di awal — bukan sekadar “menemukan sesuatu yang menarik.”
Setiap insight harus bisa dihubungkan kembali ke keputusan yang akan diambil.
4. Menginterpretasikan Hasil dan Menyajikan Insight (Interpretation & Storytelling)
Data yang bagus belum tentu berarti kalau tidak bisa dipahami.
Karena itu, tahap berikutnya adalah mengubah hasil analisis menjadi cerita yang bisa dimengerti oleh pengambil keputusan.
Di sinilah seni data storytelling berperan.
Analis tidak hanya menampilkan grafik atau angka, tapi juga menjelaskan maknanya:
“Penurunan 10% di segmen pelanggan A bukan hanya karena harga — tapi juga karena waktu pengiriman yang lebih lama dibanding kompetitor.”
Visualisasi interaktif seperti dashboard Power BI, Tableau, atau Looker sering digunakan di tahap ini, agar manajemen bisa melihat dan bereksperimen langsung dengan data.
5. Mengambil Keputusan dan Mengukur Dampaknya (Action & Evaluation)
Tahap terakhir — dan yang paling penting — adalah mengubah insight menjadi aksi.
Hasil analisis kemudian digunakan untuk membuat keputusan nyata: menyesuaikan strategi, mengubah proses bisnis, atau meluncurkan inisiatif baru.
Namun, pekerjaan belum selesai di situ.
Setiap keputusan perlu dievaluasi dampaknya. Apakah hasilnya sesuai prediksi? Apakah modelnya masih akurat setelah 3 bulan?
Evaluasi ini akan menjadi umpan balik (feedback loop) yang memicu siklus analitik berikutnya — sehingga proses Business Analytics bersifat iteratif dan berkelanjutan.
Proses Business Analytics bukan kegiatan satu kali, tapi siklus belajar terus-menerus antara data dan keputusan.
Mulai dari pertanyaan yang tepat, data yang bersih, analisis yang tajam, sampai aksi yang berdampak — semuanya saling terkait.
Kalau dijalankan dengan benar, hasilnya bukan cuma insight, tapi budaya organisasi yang data-driven — di mana setiap keputusan, besar atau kecil, selalu didukung oleh bukti, bukan tebakan.
Penerapan Business Analytics di Dunia Bisnis
Setelah memahami bagaimana proses Business Analytics bekerja, sekarang kita masuk ke bagian paling menarik — penerapannya di dunia nyata.
Karena percuma punya teori canggih kalau nggak tahu cara menggunakannya, kan?
Nah, di sinilah keunggulan utama Business Analytics terlihat: kemampuannya menyesuaikan diri dengan berbagai bidang, dari marketing sampai manajemen sumber daya manusia.
1. Marketing: Menemukan Pola di Balik Perilaku Konsumen
Bayangkan kamu adalah bagian dari tim marketing yang ingin tahu kenapa kampanye bulan lalu sukses besar, tapi bulan ini performanya turun drastis.
Dengan business analytics, kamu nggak perlu menebak-nebak — kamu bisa membuktikan lewat data.
Contohnya, analis marketing bisa menggunakan predictive modeling untuk memprediksi segmen pelanggan mana yang paling berpotensi membeli produk tertentu, atau kapan waktu terbaik untuk meluncurkan promosi.
Bahkan, teknologi seperti AI-driven personalization memungkinkan setiap pelanggan melihat konten dan penawaran yang sesuai dengan minat mereka — secara otomatis!
Dampaknya?
Kampanye lebih efisien, anggaran lebih terarah, dan pengalaman pelanggan terasa lebih “personal”.
2. Sales: Mengubah Prediksi Menjadi Strategi Penjualan Nyata
Tim sales biasanya hidup di tengah ketidakpastian: target besar, pasar dinamis, dan perilaku pelanggan yang berubah-ubah.
Dengan business analytics, tim bisa punya “peta jalan” yang lebih akurat.
Misalnya, dengan forecasting model, perusahaan bisa memprediksi permintaan produk di bulan-bulan berikutnya berdasarkan data historis, tren pasar, hingga faktor eksternal seperti musim atau hari libur nasional.
Hasilnya, strategi penjualan bisa lebih tepat sasaran, stok bisa diatur dengan efisien, dan peluang kehilangan penjualan bisa ditekan seminimal mungkin.
Bahkan, banyak perusahaan kini menggunakan sales analytics dashboard real-time untuk melacak performa tim di lapangan — siapa yang paling produktif, di wilayah mana penjualan sedang turun, dan langkah apa yang perlu diambil secepatnya.
3. Keuangan: Membuat Keputusan Lebih Cepat dan Akurat
Di dunia keuangan, setiap keputusan harus berbasis data, bukan perasaan.
Melalui business analytics, departemen finance bisa menganalisis cash flow, memprediksi arus kas, hingga mendeteksi potensi risiko sebelum terjadi.
Contohnya, perusahaan bisa memanfaatkan anomaly detection model untuk mendeteksi transaksi tidak biasa yang berpotensi menjadi fraud.
Atau menggunakan predictive analytics untuk memperkirakan performa investasi berdasarkan data ekonomi dan historis.
Dengan pendekatan ini, keputusan keuangan bisa diambil lebih cepat, berbasis fakta, dan tentu saja — lebih minim risiko.
4. Operasional dan Supply Chain: Efisiensi yang Terukur
Pernah dengar istilah “data saves time and cost”?
Nah, dalam dunia operasional, ini bukan slogan — ini kenyataan.
Dengan operational analytics, perusahaan bisa melacak proses produksi, mengidentifikasi bottleneck, dan menemukan cara paling efisien untuk mengalokasikan sumber daya.
Misalnya, perusahaan logistik bisa menggunakan prescriptive analytics untuk menentukan rute pengiriman terbaik yang menghemat bahan bakar dan waktu, atau pabrik manufaktur bisa memanfaatkan IoT analytics untuk memprediksi kapan mesin akan membutuhkan perawatan sebelum rusak.
Hasilnya? Produktivitas meningkat, downtime berkurang, dan biaya operasional bisa ditekan signifikan.
5. Human Resource: Membangun Tim yang Lebih Cerdas dan Adaptif
Business Analytics juga mulai banyak digunakan di dunia HR.
Melalui people analytics, organisasi bisa memahami lebih dalam faktor-faktor yang memengaruhi kinerja, kepuasan, dan retensi karyawan.
Contohnya, perusahaan bisa menganalisis pola absensi, hasil penilaian kinerja, dan data engagement survey untuk memprediksi karyawan mana yang berisiko tinggi resign — bahkan sebelum mereka mengajukan surat keluar.
Dengan insight seperti ini, HR bisa mengambil langkah preventif seperti peningkatan program pelatihan, keseimbangan kerja, atau penghargaan kinerja yang lebih tepat sasaran.
Penerapan Business Analytics tidak terbatas pada satu bidang saja — ia menembus semua lini organisasi.
Mulai dari menentukan strategi pemasaran yang lebih efektif, memperkuat keputusan keuangan, hingga menciptakan efisiensi operasional yang nyata.
Dan yang paling menarik, sekarang tools-nya makin mudah diakses: dari platform BI seperti Power BI dan Tableau, sampai integrasi AI yang bisa menganalisis jutaan data hanya dalam hitungan detik.
Dengan memahami dan menerapkan Business Analytics secara tepat, perusahaan — termasuk institusi pendidikan seperti PPM School — bisa bergerak lebih cepat, membuat keputusan berbasis bukti, dan mempersiapkan generasi profesional yang siap menghadapi dunia bisnis yang makin data-driven.
Manfaat dan Dampak Business Analytics bagi Pengambilan Keputusan
Setelah melihat bagaimana Business Analytics diterapkan di berbagai lini bisnis, satu hal jadi jelas: data bukan lagi pelengkap — tapi fondasi utama dalam pengambilan keputusan modern.
Kalau dulu manajer sering mengandalkan insting, sekarang keputusan terbaik lahir dari kombinasi antara intuisi dan bukti data yang kuat.
Business Analytics memberi kekuatan bagi organisasi untuk melihat lebih jauh, bertindak lebih cepat, dan berpikir lebih strategis.
Tapi biar lebih konkret, yuk kita bahas apa saja manfaat dan dampak nyatanya bagi pengambilan keputusan di dunia bisnis 👇
1. Keputusan Lebih Cepat, Akurat, dan Berbasis Fakta
Dengan Business Analytics, perusahaan nggak lagi harus menunggu laporan manual berhari-hari hanya untuk tahu apa yang sedang terjadi.
Dashboard interaktif dan model analitik bisa memberikan insight real-time, sehingga keputusan bisa diambil dalam hitungan jam — bukan minggu.
Misalnya, manajer penjualan bisa langsung melihat tren produk yang tiba-tiba naik permintaannya dan segera mengatur stok tambahan, sebelum pesaing sempat merespons.
Inilah kekuatan utama analitik: membantu pemimpin bergerak dengan kecepatan data, bukan kecepatan dugaan.
2. Prediksi yang Lebih Akurat untuk Masa Depan
Salah satu nilai tambah terbesar dari Business Analytics adalah kemampuannya memprediksi.
Melalui predictive modeling, perusahaan bisa memperkirakan tren penjualan, perubahan perilaku konsumen, hingga potensi risiko keuangan.
Misalnya, bank dapat memperkirakan siapa nasabah yang kemungkinan gagal bayar, atau perusahaan ritel bisa menyesuaikan stok menjelang musim tertentu berdasarkan data historis.
Dengan begitu, keputusan bisnis tidak lagi bersifat reaktif, tapi proaktif dan antisipatif — bahkan sebelum masalah muncul.
3. Efisiensi Operasional dan Optimalisasi Sumber Daya
Analitik membantu organisasi menemukan pola ketidakefisienan yang mungkin tidak terlihat oleh mata manusia.
Contohnya, dengan menganalisis data operasional, perusahaan bisa tahu bagian mana yang menghabiskan biaya paling besar, atau lini produksi mana yang sering mengalami keterlambatan.
Data seperti ini memberi dasar untuk mengambil keputusan strategis yang berfokus pada perbaikan proses dan alokasi sumber daya.
Efeknya terasa langsung: biaya berkurang, produktivitas naik, dan tim bisa bekerja lebih efisien tanpa harus menambah beban kerja.
4. Pemahaman Pelanggan yang Lebih Mendalam
Dalam era digital, memahami pelanggan bukan lagi soal survei sesekali, tapi tentang mengamati pola perilaku secara menyeluruh.
Business Analytics memungkinkan perusahaan melihat customer journey secara lengkap — mulai dari saat mereka pertama kali melihat iklan, hingga keputusan membeli dan kembali lagi sebagai pelanggan setia.
Dengan insight ini, strategi pemasaran bisa dibuat lebih personal, relevan, dan tepat waktu.
Konsumen merasa dipahami, perusahaan pun membangun hubungan jangka panjang yang lebih kuat.
5. Mendorong Inovasi dan Transformasi Bisnis
Business Analytics juga membuka peluang untuk berinovasi berbasis data.
Dari data penjualan, misalnya, perusahaan bisa menemukan peluang produk baru yang sebelumnya tidak terpikirkan.
Atau dari analisis perilaku pelanggan, bisa muncul ide kampanye yang jauh lebih efektif dibanding strategi lama.
Lebih dari sekadar alat bantu, Business Analytics menjadi navigator inovasi yang membantu perusahaan melihat arah pertumbuhan baru — baik dalam produk, layanan, maupun model bisnis.
Yang menarik, dampak terbesar dari penerapan Business Analytics bukan cuma pada hasil keuangan, tapi juga pada budaya organisasi.
Perusahaan yang benar-benar mengintegrasikan analitik dalam prosesnya akan bertransformasi menjadi data-driven organization — tempat di mana setiap ide, rencana, dan keputusan selalu diuji oleh fakta.
Dan inilah yang sedang dikejar oleh banyak organisasi modern, termasuk institusi pendidikan seperti PPM School of Management, yang terus mendorong mahasiswanya berpikir analitis dan strategis dalam menghadapi tantangan bisnis.
Karena pada akhirnya, mereka yang bisa membaca data dengan benar, akan selalu selangkah lebih maju daripada mereka yang hanya menebak arah.
Di dunia bisnis yang serba cepat dan kompetitif seperti sekarang, keputusan yang tepat waktu dan berbasis data bukan lagi sekadar nice to have — tapi sudah menjadi must-have skill.
Business Analytics bukan hanya membantu perusahaan memahami apa yang terjadi di balik angka, tapi juga memprediksi masa depan dan memberikan rekomendasi tindakan yang paling tepat.
Dengan analitik yang kuat, seorang pemimpin bisa mengambil keputusan dengan percaya diri — bukan karena menebak, tapi karena tahu arah yang harus dituju.
Dan inilah kompetensi yang sedang dibutuhkan oleh dunia profesional modern: kemampuan menggabungkan analisis data dengan pemahaman bisnis yang tajam.
Di PPM School of Management, kamu bisa mulai membangun fondasi tersebut.
Melalui pendekatan pembelajaran berbasis praktik, teknologi, dan riset bisnis terkini, PPM membantu mahasiswa dan profesional memahami bagaimana data bisa menjadi alat strategis untuk menciptakan competitive advantage.
Jadi, kalau kamu ingin naik level menjadi pengambil keputusan yang data-driven,
mulailah dari sekarang — pelajari cara berpikir analitis, memahami data secara mendalam, dan ubah insight menjadi strategi nyata bersama PPM School of Management.